Viral Meme Prabowo-Jokowi: Mahasiswa ITB Kini Bebas

Penangguhan Penahanan Mahasiswi ITB

Penangguhan penahanan mahasiswa ITB berinisial SSS, yang ditahan akibat unggahan meme Presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo, mengundang sorotan luas. Kasus ini bukan sekadar soal meme, melainkan cerminan ketegangan antara kebebasan berekspresi dan hukum digital di Indonesia. Mengapa kasus ini begitu mengguncang? Mari kita telusuri!

Apa yang Terjadi di Balik Penahanan SSS?

Pada 6 Mei 2025, SSS, mahasiswi ITB berusia 21 tahun, ditangkap di Jatinangor atas tuduhan melanggar UU ITE. Meme buatannya, yang dibuat dengan teknologi AI, menampilkan Prabowo dan Jokowi dalam konteks satir. Unggahan di platform X itu viral, namun dilaporkan sebagai pelanggaran Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Setelah empat hari ditahan, penangguhan penahanan SSS dikabulkan pada 11 Mei 2025 berkat jaminan dari DPR dan pihak ITB.

Bacaan Lainnya

Gel + Penangguhan Penahanan: Sorotan Publik

Kasus ini memicu gelombang reaksi. Aktivis HAM menyebut penahanan SSS sebagai “intimidasi digital,” sementara BEM ITB menyerukan revisi UU ITE. Di platform X, tagar #BebaskanSSS tren selama 48 jam. Menariknya, Habiburokhman dari Partai Gerindra, yang menjadi penjamin, menyatakan, “Meme itu cuma kreativitas anak muda, bukan niat jahat.” Istana juga menegaskan bahwa Presiden Prabowo memilih pendekatan damai, menolak eskalasi hukum.

ITB Ambil Langkah: Fokus pada Edukasi

ITB merespons dengan program pembinaan untuk SSS dan mahasiswa lainnya. Rektor ITB, Prof. Reini Wirahadikusumah, menekankan pentingnya literasi digital. Beberapa inisiatif kampus meliputi:

  • Pelatihan etika media sosial untuk mahasiswa baru.
  • Seminar hukum digital bersama pakar UU ITE.
  • Pendampingan psikologis untuk SSS.

“Kami ingin mahasiswa kritis, tapi juga bertanggung jawab,” ujar Reini.

UU ITE dan Kebebasan Berekspresi: Jalan Buntu?

Kasus SSS mempertegas kritik terhadap UU ITE, yang kerap dianggap membatasi kebebasan berpendapat. Pakar hukum dari UGM, Dr. Isnurhadi, menyebut penahanan SSS “tidak proporsional” karena meme tersebut bersifat artistik. Ia menyarankan:

  • Revisi pasal-pasal ambigu di UU ITE.
  • Edukasi hukum digital untuk masyarakat.
  • Perlindungan hukum bagi karya satire.

Kasus ini juga memicu pertanyaan: bagaimana menyeimbangkan kreativitas dan tanggung jawab di era digital?

Apa Arti Kasus Ini untuk Kita?

Penangguhan penahanan mahasiswa ITB ini adalah kemenangan kecil bagi kebebasan berekspresi, tapi juga peringatan. Di tengah maraknya konten digital, literasi hukum dan etika menjadi krusial. SSS kini kembali kuliah, namun diskusi soal UU ITE dan kreativitas digital terus bergema. Bagaimana menurut Anda? Tulis pendapat Anda di kolom komentar dan baca artikel kami tentang Literasi Digital di Indonesia untuk wawasan lebih lanjut!

Pos terkait