Jakarta, 7 Mei 2025 – Polemik seputar keaslian ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memanas. Isu yang telah berulang kali mencuat sejak 2019 ini kini menjadi perbincangan hangat, terutama setelah Jokowi melaporkan tuduhan ijazah palsu ke Polda Metro Jaya pada 30 April 2025. Bagaimana tanggapan peneliti politik terhadap kontroversi ini?
Kronologi Polemik Ijazah Jokowi
Isu ini pertama kali mencuat pada 2019 melalui buku Jokowi Undercover karya Bambang Tri Mulyono, yang menuding Jokowi menggunakan ijazah palsu saat mendaftar Pilpres. Gugatan serupa kembali diajukan pada 2022, namun akhirnya dicabut setelah Bambang menjadi tersangka kasus ujaran kebencian. Kini, di 2025, polemik ini kembali memanas dengan tuduhan baru, termasuk analisis forensik digital oleh Rismon Hasiholan Sianipar yang mempertanyakan font Times New Roman pada dokumen akademik Jokowi, yang menurutnya belum ada pada era 1980-an.
Universitas Gadjah Mada (UGM), tempat Jokowi menempuh pendidikan S1 Kehutanan, telah berulang kali menegaskan keaslian ijazah dan skripsi Jokowi. Pada 15 April 2025, UGM bahkan menunjukkan dokumen akademik asli kepada perwakilan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), termasuk skripsi dan foto wisuda Jokowi pada 1985.
Tanggapan Peneliti Politik
Wasisto Raharjo Jati, peneliti dari Pusat Riset Politik BRIN, meminta publik untuk bersikap cerdas dan rasional. “Publik seharusnya mempercayai kredibilitas UGM sebagai institusi ternama. Isu ini sering muncul menjelang tahun politik, seperti pada 2024 lalu, dan kini kembali diangkat untuk menciptakan kegaduhan,” ujar Wasisto.
Sementara itu, Devi Darmawan, pengamat politik dari BRIN, menilai polemik ini tidak lagi relevan. “Jokowi sudah tidak menjabat sebagai presiden. Bahkan jika ijazahnya bermasalah, itu tidak akan mendelegitimasi kepemimpinannya, karena syarat pendidikan calon presiden hanya minimal tamat SMA atau sederajat,” jelas Devi.
Kontroversi yang Tak Kunjung Usai
Meski UGM telah memberikan klarifikasi, beberapa pihak tetap mempertanyakan keaslian dokumen Jokowi. Politikus Roy Suryo, misalnya, menyoroti ketidaksesuaian foto pada ijazah, sementara TPUA mengajukan bukti tambahan ke Bareskrim pada April 2025, termasuk perbedaan ejaan nama dekan di skripsi Jokowi. Namun, banyak kalangan menilai isu ini lebih didorong oleh motif politik daripada fakta.
Apa Kata Jokowi?
Jokowi sendiri menyebut tuduhan ini sebagai fitnah dan memilih jalur hukum untuk menyelesaikannya. “Ini masalah ringan, tetapi perlu dibawa ke ranah hukum agar semua jelas,” ujarnya usai melapor ke Polda Metro Jaya.
Dampak bagi Publik
Polemik ini mencerminkan kecenderungan masyarakat Indonesia yang mudah terdistraksi oleh isu simbolik, alih-alih fokus pada masalah substantif seperti krisis ekonomi atau perubahan iklim. Publik pun terbelah: sebagian mendukung Jokowi, sementara lainnya menuntut transparansi lebih lanjut.
Apakah polemik ijazah Jokowi ini akan segera berakhir? Pantau terus halojakarta untuk berita terbaru!