Pemusnahan Amunisi Tewaskan 13 Jiwa di Garut

Ledakan Amunisi TNI di Garut

Pemusnahan amunisi kadaluarsa Garut berujung tragedi maut pada Senin, 12 Mei 2025, di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong. Ledakan dahsyat menewaskan 13 orang, termasuk sembilan warga sipil dan empat anggota TNI AD. Insiden ini menimbulkan duka mendalam dan mempertanyakan prosedur keamanan. Apa yang salah dalam proses ini, dan bagaimana respons otoritas? Simak kronologi dan dampaknya!

Kronologi Ledakan Maut di Cibalong

Gudang Pusat Amunisi (Gupusmu) III TNI AD memulai pemusnahan amunisi kadaluarsa pukul 09:30 WIB. Tim teknis menyelesaikan dua sumur peledakan awal dengan aman. Namun, saat menyiapkan lubang ketiga untuk detonator, ledakan tak terduga terjadi. “Lubang meledak saat detonator disusun,” ujar Kadispenad Brigjen Wahyu Yudhayana, seperti dilaporkan Kompas.com. Akibatnya, 13 orang tewas, termasuk Kolonel Cpl Antonius Hermawan dan Mayor Cpl Anda Rohanda.

Bacaan Lainnya

Mengapa Warga Sipil Jadi Korban?

Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi menduga ledakan susulan terjadi saat warga mendekati lokasi. “Warga biasanya mengumpulkan serpihan logam untuk dijual,” katanya. Meski begitu, lokasi di lahan BKSDA Garut biasanya steril, tetapi warga masuk karena mengira pemusnahan selesai. Tim gabungan TNI dan polisi kini menyelidiki keberadaan warga di radius bahaya. Saksi selamat, Anjas (30), mengaku lolos karena menjauh atas perintah komandan. “Tiba-tiba meledak saat saya jauh dari sumur,” ceritanya.

Respons TNI dan Penanganan Pasca-Insiden

TNI dan polisi segera mensterilkan area ledakan untuk mencegah ledakan susulan. Selain itu, mereka mengevakuasi seluruh korban ke RSUD Pameungpeuk untuk otopsi dan identifikasi. “Kami menyelidiki penyebab ledakan secara menyeluruh,” tegas Wahyu. Jasa Marga juga memperketat pengamanan di jalur sekitar lokasi. Oleh karena itu, keluarga korban yang berdatangan bisa menunggu jenazah selesai diidentifikasi untuk dipulangkan. Di X, banyak postingan menyuarakan kekecewaan terhadap standar operasional prosedur (SOP) pemusnahan.

Jenis Amunisi dan Risiko Kadaluarsa

Kristomei menjelaskan bahwa amunisi yang dimusnahkan, seperti granat tangan, mortir, dan munisi kaliber 5.56 serta 7.62 mm, tidak stabil. “Amunisi kadaluarsa harus dimusnahkan untuk mencegah bahaya,” katanya. Namun, insiden ini menunjukkan risiko jika prosedur gagal. Faktor risiko yang diidentifikasi meliputi:

  • Ketidakstabilan kimia amunisi kadaluarsa.
  • Potensi ledakan susulan dari detonator aktif.
  • Kurangnya pengawasan warga di area berbahaya.

Akibatnya, TNI meninjau ulang prosedur pemusnahan untuk memastikan keamanan di masa depan.

Pelajaran dari Tragedi Garut

Pemusnahan amunisi kadaluarsa Garut menjadi pengingat akan bahaya bahan peledak dan pentingnya SOP ketat. Pimpinan TNI memerintahkan pengetatan keamanan lokasi pemusnahan untuk mencegah kejadian serupa. Selain itu, masyarakat diimbau menjauhi lokasi pemusnahan demi keselamatan. Bagaimana pendapat Anda tentang insiden ini? Tulis di kolom komentar dan ikuti perkembangan berita di situs kami!

Pos terkait