Aset kripto menunjukkan ketahanan lebih kuat dibandingkan saham di tengah sentimen kebijakan tarif impor Donald Trump yang mencapai 50% untuk baja dan aluminium pada 31 Mei 2025. Pasar kripto tetap stabil, sementara saham global melemah. Apa pendorongnya? Simak fakta berikut!
Ketahanan Kripto di Tengah Tarif
Trump mengumumkan tarif 50% pada impor baja dan aluminium, memicu gejolak di pasar saham global. Indeks saham Asia dan Eropa turun hingga 2% pada 31 Mei 2025, terutama di sektor otomotif dan manufaktur. Sebaliknya, Bitcoin hanya turun 0,3% dalam 24 jam, bertahan di kisaran USD 110.630 atau Rp 1,8 miliar (kurs Rp 16.261). Akibatnya, kripto menunjukkan volatilitas rendah dibandingkan saham, menarik perhatian investor. Dengan demikian, aset digital membuktikan daya tahan di tengah ketidakpastian ekonomi.
Faktor Pendukung Stabilitas Kripto
Kripto dianggap sebagai safe haven karena tidak bergantung pada kebijakan perdagangan tradisional. Bitcoin mendapat dukungan dari adopsi institusional, dengan aliran dana ke ETF Bitcoin spot mencapai USD 667 juta pada Mei 2025. Selain itu, pasokan Bitcoin yang terbatas pada 21 juta koin memperkuat nilainya di tengah inflasi. Saham, sebaliknya, rentan terhadap kenaikan biaya bahan baku akibat tarif. Sementara itu, investor kripto cenderung fokus pada potensi jangka panjang, mengabaikan sentimen tarif jangka pendek. Oleh karena itu, fundamental kripto mendukung stabilitasnya.
Dampak Tarif pada Pasar Saham
Tarif Trump meningkatkan biaya produksi bagi perusahaan yang bergantung pada baja dan aluminium, seperti otomotif dan konstruksi. Perusahaan AS menghadapi kenaikan harga bahan baku, sementara eksportir Tiongkok dan Kanada terancam kerugian. Akibatnya, saham perusahaan seperti Toyota dan General Motors melemah. Negara-negara mitra mengancam tarif balasan, memperburuk ketidakpastian. Pasar saham global mencatat penurunan, dengan investor beralih ke aset yang lebih aman seperti obligasi dan kripto. Dengan demikian, tarif ini mengguncang kepercayaan investor saham.
Respon Investor dan Pasar Kripto
Investor kripto tetap optimistis, melihat sentimen tarif sebagai peluang beli. Harga Bitcoin sempat turun dari USD 111.000 ke USD 110.630, tetapi cepat pulih dalam hitungan jam. Aset lain seperti Ethereum dan Solana juga menunjukkan ketahanan, masing-masing turun hanya 0,5% dan 0,7%. Selain itu, volume perdagangan kripto meningkat 12% pada 31 Mei 2025, menunjukkan aktivitas pasar yang sehat. Publik di media sosial memuji kripto sebagai lindung nilai terhadap kebijakan proteksionis. Oleh karena itu, pasar kripto menarik lebih banyak investor di tengah gejolak saham.
Peran Regulasi dalam Ketahanan Kripto
Regulasi kripto yang lebih jelas di berbagai negara, termasuk Indonesia, meningkatkan kepercayaan investor. Indonesia mencatat pertumbuhan pengguna aplikasi kripto sebesar 54% pada 2024, menempatkannya di peringkat dua dunia. Platform seperti Tokocrypto dan Pintu, yang terdaftar di Bappebti, menawarkan keamanan tinggi dengan teknologi cold storage. Selain itu, pembahasan undang-undang kripto di AS, seperti GENIUS Act, mendukung adopsi institusional. Dengan demikian, regulasi yang kondusif memperkuat posisi kripto di tengah sentimen tarif.
Prospek Kripto di Tengah Ketidakpastian
Kripto berpotensi terus unggul dibandingkan saham jika ketegangan perdagangan meningkat. Kelangkaan pasokan Bitcoin dan adopsi institusional akan mendorong harga jangka panjang. Investor ritel di Indonesia, dengan 13,31 juta pengguna kripto pada 2025, semakin aktif, didukung oleh edukasi dan platform terpercaya. Selain itu, sektor DeFi dan tokenisasi aset riil menjanjikan pertumbuhan signifikan. Meski saham menghadapi tekanan tarif, kripto menawarkan fleksibilitas sebagai aset alternatif. Oleh karena itu, kripto mempertahankan daya tariknya di tengah gejolak ekonomi.