Indonesia-China Sepakat Pakai Rupiah-Yuan untuk Transaksi

Rupiah-Yuan Transaksi Bilateral

Indonesia dan China memperkuat kerja sama ekonomi dengan menyepakati penggunaan Rupiah dan Yuan untuk transaksi bilateral pada 25 Mei 2025. Kesepakatan ini bertujuan mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan meningkatkan efisiensi perdagangan. Apa detail dan dampaknya? Simak fakta berikut!

Kesepakatan di Istana Merdeka

Bank Indonesia (BI) dan People’s Bank of China (PBOC) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) di Jakarta, disaksikan Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri China Li Qiang. Gubernur BI Perry Warjiyo dan Gubernur PBOC Pan Gongsheng menegaskan kerja sama ini memperluas transaksi Local Currency Transaction (LCT) yang dimulai pada 2021. Akibatnya, cakupan transaksi kini meliputi perdagangan, investasi, dan akun keuangan. Menurut postingan di X, kesepakatan ini meningkatkan kerja sama bilateral yang terjalin sejak 2009.

Bacaan Lainnya

Tujuan dan Manfaat LCT

Kerja sama ini memungkinkan eksportir dan importir bertransaksi langsung dalam Rupiah dan Yuan, mengurangi biaya konversi dolar AS. Menurut BI, LCT meningkatkan efisiensi, mengurangi risiko nilai tukar, dan memperkuat stabilitas moneter. Selain itu, transaksi melalui bank Appointed Cross Currency Dealer (ACCD) memfasilitasi kuotasi nilai tukar langsung. Dengan demikian, pelaku usaha mendapat keuntungan dari proses yang lebih cepat dan hemat. Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani menyebut LCT dapat menstabilkan Rupiah dan menghemat cadangan devisa.

Perkembangan Kerja Sama LCT

Indonesia telah menjalin LCT dengan China sejak 2021, dengan nilai transaksi mencapai USD 3,7 miliar hingga 2023. Sementara itu, kerja sama serupa juga berlaku dengan Malaysia, Thailand, Jepang, Singapura, Korea Selatan, India, dan Uni Emirat Arab. Kesepakatan terbaru ini memperbarui MoU sebelumnya, yang diperpanjang pada Januari 2025 dengan nilai hingga USD 55 miliar. Menurut Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, LCT menjadi skema utama penyelesaian transaksi bilateral, mendukung perdagangan dan investasi.

Dampak Ekonomi Bilateral

Kerja sama ini memperkuat hubungan perdagangan Indonesia-China, mitra dagang terbesar RI. Total perdagangan bilateral mencapai USD 127 miliar pada 2024, dengan potensi meningkat melalui LCT. Menurut Kementerian Perdagangan, ekspor Indonesia ke China, seperti komoditas nikel dan batubara, akan lebih efisien. Namun, tantangan tetap ada. Beberapa pelaku usaha masih memilih dolar AS karena kemudahan dan pengakuan globalnya. Oleh karena itu, BI dan PBOC terus mendorong sosialisasi untuk memperluas adopsi LCT.

Implikasi bagi Pasar Keuangan

LCT mendiversifikasi penggunaan mata uang asing, mengurangi tekanan pada cadangan devisa Indonesia. Menurut Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, LCT efektif jika kedua negara saling mendorong penggunaan mata uang lokal. Sementara itu, volatilitas Yuan yang rendah dibandingkan dolar AS mendukung stabilitas transaksi. Dengan demikian, kerja sama ini memperkuat pasar keuangan kedua negara dan mempromosikan integrasi ekonomi di ASEAN. Apakah LCT akan mendominasi transaksi bilateral? Langkah ini menjanjikan efisiensi jangka panjang.

Tantangan dan Prospek ke Depan

Meskipun menjanjikan, LCT menghadapi hambatan, seperti regulasi ketat China dan preferensi pelaku usaha terhadap dolar AS. Menurut Direktur Eksekutif BI Erwin Haryono, sosialisasi intensif diperlukan untuk meningkatkan adopsi. Selain itu, harmonisasi dengan negara ASEAN lain, seperti Malaysia dan Thailand, dapat memperluas cakupan LCT. Kesepakatan ini juga mendukung inisiatif dedolarisasi regional, sejalan dengan ASEAN Indo-Pacific Forum. Oleh karena itu, masa depan LCT bergantung pada komitmen bilateral dan dukungan pelaku usaha.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *