Menteri ESDM Bahlil Lahadalia membeberkan asal-usul tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, pada 5 Juni 2025. Operasi PT GAG Nikel dihentikan sementara. Apa fakta di baliknya dan langkah berikutnya? Simak berikut!
Asal-Usul Tambang Nikel
Bahlil mengungkap lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel beroperasi di Raja Ampat. Hanya PT GAG Nikel, anak usaha PT Antam, yang aktif. IUP PT GAG terbit pada 2017, dengan operasi mulai 2018. Menurut laporan, perusahaan memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebelum beroperasi. Akibatnya, Bahlil menegaskan izin tersebut bukan keluar di masa jabatannya. Dengan demikian, verifikasi menjadi langkah penting untuk klarifikasi.
Lokasi Tambang dan Klarifikasi
Bahlil menjelaskan tambang PT GAG berada di Pulau Gag, bukan Pulau Piaynemo, destinasi wisata ikonik Raja Ampat, dengan jarak 30–40 kilometer. Untuk itu, ia membantah tuduhan bahwa tambang merusak kawasan pariwisata. Sementara itu, Raja Ampat terkenal sebagai wilayah konservasi dengan keanekaragaman hayati tinggi. Oleh karena itu, Bahlil menekankan perlunya melindungi ekosistem pariwisata. Dengan demikian, lokasi tambang menjadi fokus evaluasi mendalam.
Penghentian Sementara Operasi
Bahlil memerintahkan penghentian operasi PT GAG Nikel mulai 5 Juni 2025 hingga verifikasi lapangan selesai. Tim Kementerian ESDM mengevaluasi kepatuhan terhadap kaidah pertambangan. Selain itu, Bahlil berencana meninjau lokasi secara langsung untuk memastikan objektivitas. Akibatnya, aktivitas tambang terhenti menunggu hasil pengecekan. Untuk itu, Kementerian ESDM menjanjikan transparansi dalam laporan verifikasi. Oleh karena itu, langkah ini menunjukkan respons cepat terhadap isu sensitif.
Penyelidikan dan Evaluasi
Bahlil memanggil pemegang IUP, termasuk BUMN dan swasta, untuk evaluasi menyeluruh. Ia menyoroti otonomi khusus Papua, yang memerlukan pendekatan sensitif terhadap aspirasi masyarakat. Sementara itu, Kementerian ESDM memeriksa dokumen AMDAL dan dampak lingkungan. Menurut laporan, empat perusahaan lain memiliki IUP di Raja Ampat, tetapi hanya PT GAG aktif. Akibatnya, penyelidikan tertuju pada PT GAG. Dengan demikian, hasil evaluasi menentukan nasib tambang.
Dampak Lingkungan dan Kontroversi
Tambang PT GAG Nikel di Pulau Gag, seluas 13.136 hektare, memicu kekhawatiran aktivis lingkungan. Greenpeace Indonesia menyoroti risiko kerusakan ekosistem, serupa dengan kasus di Halmahera dan Wawonii. Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup menemukan pelanggaran serius PT GAG, seperti sedimentasi pesisir. Selain itu, aktivitas tambang di pulau kecil melanggar putusan MK 2023 tentang perlindungan ekosistem. Akibatnya, tambang menuai kritik keras. Oleh karena itu, verifikasi lingkungan menjadi prioritas utama.
Upaya Pengawasan Tambang
Kementerian ESDM memperketat pengawasan kaidah pertambangan baik. Tim verifikasi memeriksa kepatuhan AMDAL dan dampak lingkungan. Selain itu, pemerintah mengevaluasi semua IUP di Raja Ampat. Sementara itu, Bahlil menegaskan komitmen melindungi pariwisata Raja Ampat. Untuk itu, hasil verifikasi akan menentukan kelanjutan PT GAG. Akibatnya, pengawasan ketat menjadi langkah preventif. Oleh karena itu, perlindungan ekosistem dan pariwisata tetap prioritas.