Viralnya video yang menyebut pemasangan eskalator di Candi Borobudur memicu kontroversi. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan itu bukan eskalator, melainkan chairlift nonpermanen untuk aksesibilitas. Benarkah situs warisan dunia ini aman? Simak fakta dan klarifikasi berikut!
Video Viral yang Menyesatkan
Pada 25 Mei 2025, sebuah video memperlihatkan struktur logam di tangga Candi Borobudur menyebar di media sosial, memicu anggapan pemerintah memasang eskalator. Akibatnya, warganet khawatir situs warisan dunia UNESCO ini rusak. Fadli Zon langsung membantah pada 26 Mei 2025, menyebut informasi tersebut hoaks. Ia menjelaskan pemerintah memasang chairlift untuk mendukung kunjungan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 29 Mei 2025. Oleh karena itu, klarifikasi ini meredam kekhawatiran publik.
Perbedaan Chairlift & Eskalator
Fadli Zon menjelaskan chairlift sebagai kursi bantu yang bergerak melalui rel atau kabel, berbeda dari eskalator. Chairlift mengangkut satu hingga dua orang, cocok untuk lansia, penyandang disabilitas, dan tokoh agama seperti biksu senior. Sebaliknya, eskalator menampung banyak orang dan memerlukan modifikasi struktural besar. Menurut Cambridge Dictionary, chairlift umum digunakan di tempat wisata dengan medan curam, seperti resor ski. Dengan demikian, chairlift lebih sesuai untuk situs bersejarah tanpa merusak struktur.
Desain Aman untuk Borobudur
Pemasangan chairlift menggunakan jalur portable dari kayu dan bantalan, tanpa pengeboran atau paku, mematuhi standar pelestarian. Fadli menegaskan instalasi ini bersifat sementara dan mudah dilepas. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menambahkan chairlift mempersingkat waktu kunjungan Macron yang terbatas. Selain itu, ramp landai hingga lantai empat candi disiapkan untuk aksesibilitas. Oleh karena itu, langkah ini menjaga keaslian Candi Borobudur sebagai cagar budaya.
Mendorong Inklusivitas
Chairlift bertujuan mempermudah akses pengunjung dengan keterbatasan fisik. Fadli menyebut situs warisan dunia seperti Akropolis di Yunani dan Angkor Wat di Kamboja telah menggunakan chairlift tanpa kerusakan. InJourney, pengelola kawasan Borobudur, menegaskan pemasangan ini mendukung inklusivitas, terutama untuk upacara Waisak dan kegiatan keagamaan. Sementara itu, Kementerian Kebudayaan mengawasi ketat proses ini untuk melindungi candi. Dengan demikian, chairlift menjadi solusi inovatif.
Kontroversi di Media Sosial
Video viral memunculkan pro dan kontra. Akun X @MurtadhaOne1 menyebut pemasangan ini “merusak sejarah”, sementara lainnya mendukung demi aksesibilitas. Hasan Nasbi menegaskan chairlift tidak merusak candi, hanya memfasilitasi kunjungan kenegaraan. Menteri PUPR Dody Hanggodo juga membantah keterlibatan kementeriannya dalam proyek ini. Akibatnya, pemerintah mengimbau masyarakat menyebarkan informasi akurat untuk menjaga kelestarian Borobudur.
Implikasi Pelestarian Candi
Polemik ini menyoroti tantangan menyeimbangkan aksesibilitas dan pelestarian situs budaya. Fadli menegaskan chairlift mematuhi UU pelestarian cagar budaya, tanpa mengubah struktur candi. Namun, umat Buddha, seperti Tarra Lozhang dari Parisadha Wajrayana, meminta dialog untuk memastikan candi tetap utuh. Sementara itu, pengelola menjamin pemasangan tidak menyentuh badan candi. Oleh karena itu, pengawasan ketat menjaga integritas situs warisan dunia ini.
Prospek Pemasangan Chairlift
Pemerintah akan mengevaluasi chairlift pasca-kunjungan Macron untuk potensi penggunaan jangka panjang. InJourney mempertimbangkan keamanan dan manfaat inklusivitasnya. Menurut Hasan, fasilitas ini bisa menjadi model untuk situs lain di Indonesia. Apakah chairlift akan permanen? Komitmen pelestarian dan konsultasi dengan komunitas akan menentukan langkah berikutnya.