Halo Jakarta – Komisi III DPR RI terus percepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyesuaian Pidana (RUU PP) agar selaras dengan KUHP baru dan RKUHAP yang sudah disahkan. Panitia Kerja (Panja) RUU ini gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej, Selasa (25 November 2025). Rapat ini bahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) secara intensif, dengan 196 DIM sudah selesai dibahas—masih tersisa sekitar seratus lebih untuk rapat lanjutan Senin depan. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dede Indra Permana Soediro bilang: “Semua fraksi setuju lanjut ke tahap berikutnya.” Apa rencana selanjutnya dan urgensinya? Mari kita ulas!
Latar Belakang Pembahasan RUU Penyesuaian Pidana
RUU Penyesuaian Pidana muncul dari mandat Pasal 613 KUHP baru. Tujuannya selaraskan lebih dari 300 undang-undang sektoral dengan KUHP nasional, termasuk UU Pemda dan perda. Panja RUU PP bentuk Senin (24/11/2025) setelah semua fraksi setuju. RDP hari ini jadi langkah awal pembahasan substansi, fokus DIM yang dikirim pemerintah. Wamenkum Hiariej hadir wakili Kemenkumham untuk jawab pertanyaan dan klarifikasi.
Rapat ini krusial karena KUHP dan RKUHAP berlaku penuh 2 Januari 2026. Tanpa RUU PP, penegak hukum bakal bingung terapkan prosedur lama atau baru di UU khusus seperti Tipikor atau Narkotika.
Hasil Rapat RDP: 196 DIM Selesai, Rencana Lanjutan
Dalam RDP, Panja bahas 196 DIM secara mendalam—masih tersisa sekitar seratus lebih untuk rapat Senin (1 Desember 2025). Wamenkum Hiariej konfirmasi: “Sampai dengan DIM 196. Ya. Berarti masih kurang sekitar seratus lebih lagi.” Ia tambah: “Senin (dilanjutkan lagi), Senin.” Wakil Ketua Komisi III Dede Indra Permana Soediro puas: “Dari semua pandangan fraksi menyetujui untuk dibahas ke tahapan pembahasan selanjutnya. Rencana kerja RUU Penyesuaian Pidana diawali dengan hari ini Rapat Kerja yang sudah kita laksanakan.”
Rencana selanjutnya:
- 25-26 November 2025: Pembahasan substansi
- 27 November 2025: Rapat tim musyawarah dan tim sinkronisasi
- 1 Desember 2025: Rapat Kerja tingkat 1
- Pekan depan: Pengesahan jadi undang-undang
Urgensi RUU: Hindari Kekosongan Hukum di 2026
Tanpa RUU PP, undang-undang sektoral seperti UU Tipikor, Narkotika, Terorisme, TPKS, dan ITE masih rujuk KUHAP 1981 yang sudah dicabut. Penyidik KPK atau Densus 88 bisa digugat pra-peradilan, penyadapan jadi ilegal, dan korban kekerasan seksual kehilangan perlindungan. Hiariej tekankan: “RUU ini sesuaikan ketentuan pidana agar selaras dengan KUHP baru.”
Panja targetkan selesai sebelum masa reses DPR—hindari kekacauan hukum pidana di 2026.
Dampak Jangka Panjang: Reformasi Hukum Pidana Makin Lengkap
RUU Penyesuaian Pidana tutup trilogi reformasi: KUHP baru jalan bertahap sejak 2023, RKUHAP sah 18 November 2025, dan RUU ini jadi penutup. Kalau berhasil, Indonesia punya sistem hukum pidana utuh dan modern—penegak hukum dapat kepastian, korban dan tersangka haknya terlindungi, serta perda tak bentrok dengan pusat.




