Ormas GRIB Jaya Kuasai Lahan BMKG Tangsel

Ormas GRIB Jaya Dibekuk Polisi

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya ke polisi atas pendudukan lahan seluas 12 hektare di Pondok Betung, Tangerang Selatan (Tangsel), sejak Januari 2024. Konflik ini memuncak hingga posko ormas dibongkar pada 24 Mei 2025. Apa latar belakang dan perkembangannya? Simak fakta berikut!

Awal Konflik Lahan

Pada Januari 2024, GRIB Jaya memasang plang di lahan BMKG, mengklaim tanah sebagai milik ahli waris. Menurut laporan BMKG, ormas ini merusak pagar, mendirikan posko, dan menguasai lahan tanpa izin. Akibatnya, pembangunan gedung arsip BMKG terhambat sejak November 2023. BMKG melayangkan somasi dua kali, tetapi GRIB Jaya tidak menunjukkan itikad baik, mendorong laporan polisi pada 3 Februari 2025. Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Ade Ary Syam Indradi, laporan ini mencakup dugaan pemasukan pekarangan tanpa izin dan pengerusakan.

Bacaan Lainnya

Status Hukum Lahan

BMKG menegaskan lahan seluas 127.780 meter persegi ini milik negara, berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003, diperkuat Putusan Mahkamah Agung Nomor 396 PK/Pdt/2000 tahun 2007. Menteri ATR/BPN Nusron Wahid juga menyatakan tidak ada catatan sengketa atau klaim ahli waris atas lahan tersebut. Selain itu, Ketua Pengadilan Negeri Tangerang mengonfirmasi status hukum lahan tanpa perlu eksekusi. Oleh karena itu, klaim GRIB Jaya tidak memiliki dasar hukum.

Aktivitas GRIB Jaya di Lahan

GRIB Jaya memanfaatkan lahan untuk kegiatan komersial selama tiga tahun, seperti pasar malam, kontes burung kicau, dan penyewaan lapak. Menurut Ade Ary, ormas ini mengizinkan pedagang berjualan dengan setoran, termasuk Rp 22 juta dari pedagang hewan kurban dan Rp 3,5 juta dari pedagang seafood untuk sewa dan keamanan. Sementara itu, GRIB Jaya juga meminta Rp 5 miliar kepada BMKG untuk menarik anggotanya, menurut laporan polisi. Dengan demikian, aktivitas ini merugikan negara dan pelaku usaha yang tidak tahu status lahan.

Penertiban oleh Polisi dan BMKG

Polda Metro Jaya menangkap 17 anggota GRIB Jaya dan memasang plang “Dalam Penyelidikan” pada 26 Maret 2025 untuk menjaga status quo lahan. Pada 24 Mei 2025, BMKG, dibantu Satpol PP dan polisi, membongkar posko GRIB Jaya menggunakan ekskavator. Menurut Sekretaris Umum BMKG Guswanto, pendudukan ini menghambat proyek selama dua tahun. Sementara itu, polisi memeriksa enam terlapor, termasuk anggota ormas berinisial AV, K, B, dan MY, atas dugaan pelanggaran Pasal 167, 385, dan 170 KUHP.

Respons Istana dan Pemerintah

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan Istana akan mengecek polemik ini, sambil menegaskan Polri sedang gencar memberantas premanisme, termasuk aksi ormas. Nusron Wahid menyebut tindakan GRIB Jaya arogan dan mendorong BMKG berkoordinasi dengan polisi untuk melanjutkan pembangunan. Menurut Prasetyo, Operasi Berantas Jaya 2025 telah menangkap 2.406 pelaku premanisme sejak 9 Mei, termasuk oknum ormas. Oleh karena itu, penegakan hukum menjadi prioritas.

Implikasi Hukum dan Sosial

Konflik ini menyoroti maraknya pendudukan lahan negara oleh kelompok tertentu. Tindakan GRIB Jaya merugikan BMKG dan pedagang yang tidak mengetahui status lahan. Menurut anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan, negara harus menang dalam polemik ini untuk menegakkan hukum. Sementara itu, pendekatan persuasif BMKG, seperti koordinasi dengan RT/RW dan ormas, gagal menyelesaikan masalah. Dengan demikian, penertiban hukum krusial untuk melindungi aset negara.

Prospek Penyelesaian Konflik

Penyelidikan polisi masih berlangsung, dengan potensi dakwaan terhadap pelaku. BMKG berharap pembangunan gedung arsip dapat dilanjutkan tanpa gangguan. Menurut Ade Ary, polisi berkomitmen mengusut tuntas kasus ini sebagai bagian dari pemberantasan premanisme. Apakah langkah hukum ini akan mencegah pendudukan lahan di masa depan? Penegakan hukum yang konsisten menjadi kunci.

Pos terkait