Kesuksesan Kapadze di Uzbekistan Tak Jamin Sukses di Timnas Indonesia

Timur Kapadze Calon Pelatih Timnas Indonesia

Halo Jakarta – Rumor panas melanda sepak bola Indonesia: Timur Kapadze, pelatih asal Uzbekistan yang sukses bawa timnya lolos ke Piala Dunia 2026, dikabarkan jadi kandidat utama gantikan Patrick Kluivert di kursi pelatih Timnas Garuda. Usia 44 tahun, Kapadze baru mundur sebagai asisten Timnas Uzbekistan pada 10 November 2025—setelah sempat dilengserkan dari posisi kepala pada Oktober lalu. Prestasinya mengesankan: runner-up Piala Asia U-23 dua kali dan sejarah baru untuk Uzbekistan di level senior. Tapi, benarkah kesuksesan itu jadi jaminan manis di Indonesia? Mantan pelatih Persis Solo, Rasiman, angkat bicara: metodologi dan kultur sepak bola berbeda bisa jadi bom waktu. Siapkah skuad Garuda adaptasi? Mari kita kupas rekam jejak Kapadze dan risikonya!

Rekam Jejak Gemilang: Dari U-23 Uzbekistan ke Tiket PD 2026

Timur Kapadze bukan nama asing di Asia Tengah. Lahir 5 September 1981, ia mulai tangani Timnas Uzbekistan sejak 2018—mulai dari level junior hingga senior. Di bawah asuhannya, Serigala Putih U-23 finis runner-up Piala Asia U-23 2022 dan 2024, kalahkan tim-tim kuat seperti Korea Selatan dan Jepang di babak grup. Kemenangan itu bukti pendekatannya efektif: gabungan fisik tangguh ala Rusia dengan taktik disiplin.

Bacaan Lainnya

Puncak karirnya? Membantu Timnas senior amankan tiket Piala Dunia 2026—prestasi pertama Uzbekistan sejak merdeka 1991. Uzbekistan lolos via playoff melawan Korea Utara (4-1 agregat), dengan Kapadze sebagai arsitek utama. Namun, pada 6 Oktober 2025, Federasi Sepak Bola Uzbekistan (UFA) pecat dia sebagai pelatih kepala, angkat Fabio Cannavaro sebagai pengganti, dan geser Kapadze ke asisten. Alasan resmi: “Perlu pendekatan baru untuk Olimpiade Paris 2026.” Meski begitu, rekam jejaknya tetap kinclong—win rate 60% di senior, plus pengalaman Olimpiade.

Berikut timeline singkat karir Kapadze di Uzbekistan:

Tahun Pencapaian Utama Catatan
2018-2021 Mulai latih U-23 Uzbekistan Bangun fondasi tim muda, lolos Piala Asia U-23 2020.
2022 Runner-up Piala Asia U-23 Kalah final dari Arab Saudi; tim lolos Olimpiade Paris 2024.
2023-2024 Bantu senior lolos PD 2026 Playoff vs Korea Utara; win rate 65% di kualifikasi.
2024 Runner-up Piala Asia U-23 lagi Kalah dari Jepang; performa konsisten di junior.
6 Okt 2025 Diganti Cannavaro sebagai kepala Jadi asisten; mundur total 10 Nov 2025.

Data dari UFA dan AFC. Prestasi ini bikin PSSI lirik—tapi apakah cocok untuk Garuda?

Mengapa Tak Jamin Sukses? Perbedaan Metodologi & Kultur Sepak Bola

Rasiman, pelatih berpengalaman yang baru angkat bicara ke Bola.com pada 14 November 2025, ragu kesuksesan Kapadze langsung transfer ke Indonesia. “Kalau saya tidak bisa parameter keberhasilan seorang pelatih maka jaminan dia berhasil di negara tertentu. Dia belum tentu bisa berhasil di Indonesia karena memang metodenya juga berbeda, karakteristik sepak bolanya berbeda,” tegasnya. Uzbekistan, di bawah pengaruh Rusia, cenderung physical football—fokus kekuatan fisik, pressing tinggi, dan duel udara. Ini cocok untuk negara seperti Vietnam atau Korea Selatan, tapi di Indonesia? Pemain kita lebih suka associative football: passing cepat, kreativitas, ala Spanyol atau Belanda.

Rasiman sarankan pelatih dari mazhab yang mirip: “Atau mungkin dari Spanyol, Belanda yang memang lebih suka ke position football, karena pemain-pemain Belanda sudah terbiasa dengan sistem itu.” Banyak pilar Timnas kita diaspora Belanda (seperti Thom Haye atau Maarten Paes), yang terbiasa position play. Kapadze, dengan gaya Russian-kan, bisa bentrok—mirip kasus Shin Tae-yong yang prioritas fisik tapi kurang taktik, bikin pemain resisten.

Risiko Ruang Ganti: Adaptasi Pemain Senior Jadi Kunci

Problem terbesar? Ruang ganti Garuda yang beragam. “Ya, menurut saya salah satu problemnya adalah nanti menangani ruang ganti dan training metodologi,” ujar Rasiman. Pemain senior kita punya ego dan pengalaman Eropa—mereka butuh pelatih yang paham kultur position football, bukan pure physical. Contoh: Saat Shin Tae-yong, diaspora Belanda kesulitan adaptasi karena latihan lebih ke endurance daripada build-up play. Jika Kapadze terapkan gaya Uzbekistan, risiko konflik naik—apalagi dengan jadwal padat BRI Liga 1 dan kualifikasi Piala Asia 2027.

Rasiman akhiri: “Kalau masalah cocok dan tidak cocok, ya itu jawabannya tadi begitu karena memang kultur sepak bolanya berasal dari kutub yang berbeda dengan mazhab yang berbeda. Menurut saya akan menjadi risiko juga di ruang ganti kita dan sistem kepelatihan yang akan diterapkan ke tim nasional kita.” PSSI harus DYOR: wawancara mendalam, tes metodologi, dan pertimbangkan kultur lokal. Kapadze potensial, tapi tanpa adaptasi, bisa jadi “honeymoon” singkat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *