Halo Jakarta – Indonesia dan Yordania menggelar dialog strategis untuk memperkuat kerjasama militer. Pertemuan bilateral antara Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin dengan pejabat senior Yordania di Amman menyoroti isu krusial, termasuk pengiriman pasukan ke Gaza dan stabilitas kawasan. Delegasi Indonesia menerima sambutan hangat di Istana Al Husseiniya. Selain itu, kunjungan ini melanjutkan MoU pertahanan April 2025. Oleh karena itu, apa saja agenda utama yang dibahas? Mari kita telaah secara mendalam, mulai dari latar belakang hingga implikasi jangka panjangnya bagi diplomasi Indonesia di panggung global!
Latar Belakang Hubungan Bilateral: Fondasi Persahabatan yang Kokoh
Hubungan Indonesia-Yordania bukanlah hal baru. Sejak berdirinya hubungan diplomatik pada 1984, kedua negara telah membangun fondasi kuat di berbagai bidang, termasuk pertahanan dan keamanan. Yordania, sebagai negara kunci di Timur Tengah dengan posisi strategis di perbatasan Israel, Suriah, dan Irak, sering menjadi mitra bagi Indonesia dalam isu kemanusiaan. Sementara itu, Indonesia—sebagai negara Muslim terbesar di dunia—selalu menekankan peran netralnya dalam konflik regional, seperti yang terlihat dalam dukungan aktif terhadap Palestina.
Kunjungan Sjafrie Sjamsoeddin kali ini datang di momen krusial, pasca-Memoriaan Umum di Mahkamah Internasional (ICJ) soal Gaza dan meningkatnya ketegangan di Laut Merah. MoU pertahanan April 2025 menjadi dasar utama, yang mencakup kerjasama pelatihan militer dan pertukaran intelijen. Selain itu, persahabatan pribadi antara Presiden Prabowo Subianto dan Raja Abdullah II—keduanya alumni Akademi Militer AS—menambah dimensi emosional. Prabowo pernah menyatakan, “Yordania adalah saudara dekat kita di kawasan yang penuh tantangan.” Dengan demikian, pertemuan ini bukan sekadar formalitas, melainkan upaya nyata untuk adaptasi terhadap dinamika geopolitik terkini.
Sambutan Hangat Berlanjut ke Diskusi Intens
Upacara penyambutan dimulai di Bandara Militer Marka, Amman, di mana Wakil Perdana Menteri Yordania Ayman Safadi menyambut Sjafrie Sjamsoeddin dengan protokol militer penuh. Delegasi Indonesia, termasuk pejabat Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan perwakilan TNI, langsung diarak menuju Istana Al Husseiniya untuk sesi bilateral. Raja Abdullah II bin Al-Hussein hadir secara pribadi, mengenang persahabatan dengan Presiden Prabowo Subianto sebagai alumnus akademi militer AS. Diskusi berlangsung selama dua jam, dengan fokus pada penguatan intelijen, latihan bersama, dan bantuan kemanusiaan Gaza. Sjafrie menekankan: “Indonesia siap kirim pasukan melalui Yordania sebagai mitra strategis.” Selama sesi, kedua pihak juga menyinggung pengalaman Yordania dalam operasi penjaga perdamaian PBB, yang bisa menjadi model bagi kontribusi TNI di masa depan.
Proses ini menunjukkan komitmen Yordania sebagai “gerbang” bagi Indonesia ke Timur Tengah. Delegasi Indonesia sempat mengunjungi markas Angkatan Bersenjata Yordania untuk demo peralatan modern, termasuk drone pengawasan yang bisa diadopsi TNI. Akhirnya, pertemuan ditutup dengan makan malam kenegaraan, di mana topik ringan seperti kerjasama ekonomi dan pendidikan militer turut dibahas untuk membangun ikatan lebih personal.
Fokus Militer, Gaza, dan Stabilitas Regional
Pembahasan mencakup beberapa poin kunci yang saling terkait. Pertama, penguatan kapasitas militer melalui tindak lanjut MoU April 2025, seperti alih teknologi pertahanan dan latihan gabungan TNI-Angkatan Bersenjata Yordania. Indonesia tertarik dengan pengalaman Yordania dalam counter-terrorism, sementara Yordania butuh dukungan Indonesia untuk pelatihan pasukan di wilayah tropis. Kedua, koordinasi isu Gaza, termasuk airdrop bantuan kemanusiaan dan potensi kontribusi pasukan Indonesia untuk misi perdamaian di bawah mandat PBB. Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan bahwa Indonesia siap kirim tim medis dan logistik melalui koridor Yordania, mengingat posisi Amman yang strategis.
Selain itu, kedua negara sepakat tingkatkan pertukaran informasi intelijen serta dukungan logistik untuk stabilitas kawasan. Yordania, sebagai sekutu utama AS dan mediator regional dalam perundingan Arab-Israel, berperan sebagai jembatan bagi Indonesia. Akhirnya, kesepakatan awal menargetkan workshop militer pada 2026—langkah maju di tengah konflik berkepanjangan yang telah menewaskan ribuan jiwa di Gaza. Agenda ini juga menyentuh isu siber security, di mana Yordania berbagi pengalaman hadapi serangan dari kelompok radikal, sementara Indonesia tawarkan expertise di bidang maritim.
Posisi Indonesia Makin Kuat Secara Global
Kerjasama ini meningkatkan peran Indonesia sebagai aktor netral di Timur Tengah, sekaligus memperkuat TNI melalui pengalaman Yordania. Di tengah isu Gaza, langkah tersebut menunjukkan komitmen kemanusiaan yang lebih besar, yang bisa ditingkatkan menjadi kontribusi lebih substansial di forum internasional seperti ASEAN atau OIC. Dengan dukungan Raja Abdullah II, hubungan bilateral ini siap naik level—mungkin termasuk joint exercise di Laut Mati atau pelatihan anti-drone. Bagi Indonesia, ini berarti akses lebih baik ke teknologi militer Barat melalui Yordania, tanpa mengorbankan prinsip non-blok. Secara keseluruhan, pertemuan ini memperkaya portofolio diplomasi Prabowo, membuktikan bahwa Indonesia tak lagi hanya “pemain Asia Tenggara”, tapi mitra global yang relevan.




