Halo Jakarta – Hyundai, pionir mobil listrik di Indonesia, kini tergeser dari tahta yang pernah dikuasai model-model seperti Kona Electric, Ioniq 5, dan Ioniq 6. Invasi pabrikan China seperti BYD, DENZA, dan Wuling bawa EV murah berbaterai LFP yang kompetitif, sementara Hyundai andalkan baterai nikel mahal demi dukungan pemerintah. Hasilnya, pangsa pasar Hyundai turun drastis, meski ekspor tetap kuat. Ju Hun Lee, Presiden Direktur Hyundai Motor Indonesia, akui: “Itu kesalahan kami karena tidak kalkulasi situasi seperti ini.” Apa cerita lengkapnya dan pelajaran untuk pasar EV Tanah Air? Mari kita kupas!
Sejarah Dominasi Hyundai di Pasar EV Indonesia
Hyundai memulai segmen EV di Indonesia dengan Kona Electric dan Ioniq Electric pada 2019, langsung kuasai pasar sebagai pionir. Lalu datang Ioniq 5 (2022), New Kona Electric, Ioniq 6, hingga Ioniq 5 N (2025)—model-model ini bawa teknologi canggih seperti ultra-fast charging dan jarak tempuh 500 km. Hyundai yakin pemerintah dukung baterai nikel karena Indonesia kaya nikel, jadi mereka investasi besar di baterai NCM (Nickel Cobalt Manganese) yang lebih mahal tapi tahan lama.
Puncaknya 2022-2023: Hyundai jual ribuan unit, kuasai 40% pasar EV. Tapi sejak 2024, tren berubah. Penjualan turun 30% YoY, pangsa pasar cuma 15% sekarang.
Invasi Pabrikan China: Baterai LFP Murah Geser Hyundai
Pabrikan China invasi dengan EV murah pakai baterai LFP (Lithium Ferro Phosphate)—lebih aman, murah, dan tahan panas, meski jarak tempuh sedikit lebih pendek. BYD Dolphin (Rp 300 jutaan) jual 10.000 unit tahun ini, DENZA D9 MPV EV (Rp 500 jutaan) laris di kelas premium, dan Wuling Cloud EV (Rp 250 jutaan) kuasai entry-level. Mereka tak andalkan nikel lokal, impor baterai dari China—harga kompetitif tanpa tunggu insentif pemerintah.
Lee akui: “Pabrikan China tidak gunakan sumber daya Indonesia. Mereka impor baterai LFP murah, jadi harga jual rendah.” Hyundai, yang fokus NCM untuk manfaatkan nikel lokal, kena imbas: harga Ioniq 5 Rp 800 jutaan vs BYD Seal Rp 500 jutaan.
| Aspek | Hyundai (NCM) | China (LFP) |
|---|---|---|
| Harga | Rp 600-1 M | Rp 250-500 jt |
| Jarak | 450-500 km | 400-450 km |
| Keamanan | Tinggi, tapi mahal | Lebih aman panas |
| Pangsa Pasar 2025 | 15% | 70% (BYD+Wuling+DENZA) |
Data Gaikindo 2025.
Kebijakan Pemerintah: Dukung Nikel, Tapi Lambat
Hyundai harap pemerintah prioritaskan nikel lokal via insentif baterai NCM—seperti diskon PPN 1% untuk EV lokal. Tapi kebijakan lambat: regulasi impor LFP bebas, sementara pabrik baterai nikel Hyundai di Karawang baru rampung 2026. Lee bilang: “Indonesia kaya nikel, kita bisa buat baterai, pakai di EV, ekspor ke ASEAN—semua senang.” Tapi tanpa dukungan cepat, China kuasai pasar.
Strategi Hyundai: Fokus Ekspor dan Hybrid
Hyundai tak perang harga EV. Mereka kuatkan ekspor: Ioniq 5 ke ASEAN, Asia Pasifik, Amerika Selatan, Timur Tengah—penjualan naik 25% YTD. Di domestik, beralih hybrid: Creta Hybrid dan MPV hybrid baru 2026. Lee yakin: “Ekspor lancar, domestik tantangan—tapi kita adaptasi.”
Prospek Masa Depan: Hyundai Bisa Balik Kuat?
Dengan pabrik baterai nikel mulai 2026 dan insentif pemerintah, Hyundai bisa rebound. Tapi China sudah dominan—BYD target 50.000 unit 2026. Hyundai harus cepat adaptasi atau kehilangan pangsa permanen.




