DPR Sahkan RKUHAP Jadi UU: Revisi KUHAP 44 Tahun

DPR sahkan RKUHAP jadi UU

Halo Jakarta – DPR RI resmi ketok palu Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-8 masa sidang II 2025-2026, Selasa (18 November 2025). Seluruh fraksi kompak setuju, tapi hanya beberapa jam setelah palu diketuk, Koalisi Masyarakat Sipil langsung laporkan 11 pimpinan dan anggota Panja Komisi III ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas dugaan cacat formil dan materiil. Revisi pertama KUHAP dalam 44 tahun ini janjikan penguatan hak tersangka dan korban—namun prosesnya menuai protes keras. Apa isi utama RKUHAP dan mengapa publik marah? Mari kita kupas!

Proses Pengesahan: Kompak di Paripurna, Tapi Banyak Kursi Kosong

Rapat Paripurna di Senayan dipimpin langsung Ketua DPR Puan Maharani bersama empat wakil ketua. Dari 579 anggota, hanya 242 hadir fisik dan 100 ikut virtual—total 342 orang. Puan tanya persetujuan, semua fraksi langsung jawab “Setuju!” tanpa syarat”. Palu ketuk, RKUHAP resmi jadi UU.

Bacaan Lainnya

Habiburokhman, Ketua Komisi III, langsung soroti urgensi: “KUHAP sudah berusia 44 tahun. Kita butuh aturan baru yang selaras dengan KUHP 2023 dan kuatkan hak tersangka, korban, serta peran advokat.”

Isi Utama RKUHAP yang Baru Disahkan

Beberapa poin krusial yang langsung berlaku setelah diundangkan:

  • Penyelidik wajib beri akses advokat sejak pemeriksaan awal
  • Tersangka berhak dapatkan salinan berita acara pemeriksaan
  • Korban pidana seksual dapat didampingi psikolog selama proses
  • Batas penahanan pra-persidangan diperjelas dan diperketat
  • Penggunaan penyadapan & penggeledahan harus lapor hakim dalam 1×24 jam

Pemerintah dan DPR klaim RKUHAP jauh lebih manusiawi ketimbang KUHAP 1981.

Protes Keras Koalisi Sipil: Langsung Lapor ke MKD

Hanya berselang beberapa jam, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP (terdiri dari YLBHI, LBH Jakarta, ICW, KontraS, dll) serahkan laporan ke MKD. Mereka tuduh 11 anggota Panja langgar Pasal 91 dan 143 UU MD3 karena:

  • Kurang partisipasi publik bermakna
  • Rapat Panja sering tertutup
  • Pencatutan nama koalisi tanpa izin
  • Pengesahan terburu-buru tanpa daftar inventarisasi masalah (DIM) lengkap

Fadhil Alfathan, Direktur LBH Jakarta, tegas: “Proses ini cacat formil berat. Kami minta MKD periksa dan sanksi anggota Panja.”

Dampak & Langkah Selanjutnya

  1. Presiden segera tanda tangan UU dalam 30 hari
  2. MKD DPR punya waktu maksimal 60 hari proses laporan
  3. Jika MKD temukan pelanggaran, sanksi bisa berupa teguran hingga pemberhentian

Koalisi sipil juga siapkan judicial review ke Mahkamah Konstitusi jika MKD tak responsif.

Pos terkait