DPR Minta Tindak Tegas Pejabat Lalai Soal Bandara Siluman Morowali, Ini Fakta Lengkapnya

DPR Minta Tindak Tegas Pejabat Lalai Soal Bandara Siluman Morowali

Halo Jakarta – Bandara “siluman” di Morowali, Sulawesi Tengah, kini jadi sorotan tajam DPR. Komisi V DPR geram karena bandara berkode “MRU” ini sudah beroperasi sejak 2023 tanpa izin resmi dan tanpa pengawasan Kemenhub. Pesawat Cessna Caravan maupun ATR milik perusahaan tambang nikel rutin mendarat, padahal bandara ini tidak masuk daftar resmi Indonesia. Anggota Komisi V Novita Wahyuningsih langsung menuntut tindakan tegas. “Pejabat yang lalai harus ditindak!” tegasnya. Apa sebenarnya yang terjadi dan siapa yang bertanggung jawab? Berikut fakta lengkapnya.

Fakta Bandara Siluman yang Bikin DPR Murka

Perusahaan tambang nikel membangun bandara ini di kawasan IMIP sejak 2022. Runway sepanjang 1.600 meter sudah mampu melayani ATR 72 dan Cessna Caravan. Sejak 2023, lebih dari 200 penerbangan berhasil tercatat—kebanyakan mengangkut karyawan serta logistik tambang. Namun bandara ini tetap ilegal karena:

Bacaan Lainnya
  • Belum terdaftar di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
  • Belum memiliki Airport Certificate
  • Belum mendapat slot frekuensi radio resmi
  • Tidak diawasi AirNav Indonesia

Novita Wahyuningsih mengungkapkan hal ini dalam rapat kerja Komisi V (27/11/2025). “Ini sudah beroperasi komersial, bukan sekadar bandara pribadi. Pejabat yang tahu tapi diam harus bertanggung jawab,” katanya.

Respons Kemenhub dan Janji Penertiban Cepat

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Maria Kristi mengaku baru mengetahui kasus ini setelah laporan DPR. Ia langsung berjanji melakukan inspeksi darurat minggu ini. “Kami akan tutup operasional sampai semua izin lengkap,” ujarnya tegas. Kemenhub juga akan mencabut izin maskapai yang masih nekat mendarat serta mengenakan denda miliaran rupiah. Proses perizinan bandara swasta memang panjang, tetapi Morowali jelas melanggar aturan demi kebutuhan tambang.

Bahaya Keselamatan yang Mengintai

Bandara tanpa pengawasan membawa risiko besar:

  • Tidak ada pemantauan cuaca resmi
  • Tidak ada petugas ATC 24 jam
  • Tidak ada prosedur darurat kebakaran
  • Berpotensi konflik frekuensi dengan bandara resmi terdekat (Luwuk dan Palu)

Seorang pilot yang pernah mendarat mengaku hanya mengandalkan radio biasa. “Kalau ada konflik frekuensi, akibatnya bisa fatal,” katanya.

Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Komisi V menyorot tiga pihak utama:

  1. Perusahaan tambang & operator bandara (IMIP) – pelaku utama pelanggaran
  2. Pejabat lokal Kemenhub Sulteng – diduga tahu tapi membiarkan
  3. AirNav Indonesia wilayah timur – seharusnya mendeteksi aktivitas ilegal lebih awal

Novita bahkan mendorong KPK dan BPK segera turun audit. “Kita tidak mau ada suap di balik pembiaran ini,” tegasnya.

Tuntutan DPR dan Batas Waktu Penutupan

Komisi V memberikan waktu dua minggu kepada Kemenhub untuk:

  • Menutup operasional bandara siluman
  • Mencabut izin penerbangan yang melanggar
  • Menindak pejabat lalai secara administratif hingga pidana

Jika tidak ada tindakan nyata, DPR akan panggil Menteri Perhubungan langsung.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *