Forum Purnawirawan TNI mengusulkan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, memicu perbincangan sengit di publik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi isu ini dengan santai, menyebutnya sebagai dinamika demokrasi. “Rakyat memilih presiden dan wakil presiden sebagai satu paket, bukan terpisah seperti di negara lain,” kata Jokowi usai salat Iduladha, Jumat (6/6). Lantas, apa latar belakang usulan ini, dan bagaimana peluangnya berlanjut? Simak ulasan berikut!
Mengapa Pemakzulan Gibran Muncul?
Pada 26 Mei 2025, Forum Purnawirawan TNI mengirim surat ke DPR, MPR, dan DPD, mendesak pemakzulan Gibran. Mereka menyerahkan surat itu pada 3 Juni 2025, tetapi belum membeberkan alasan spesifik. Sebagian pihak memandang usulan ini sebagai aspirasi demokrasi. Namun, banyak yang mempertanyakan dasar hukumnya. Jokowi menegaskan bahwa pemakzulan Gibran memerlukan bukti pelanggaran berat, yang hingga kini belum terdeteksi.
Bagaimana Aturan Pemakzulan di Indonesia?
UUD 1945 mengatur bahwa pemakzulan presiden atau wakil presiden hanya berlaku jika mereka melakukan korupsi, pengkhianatan negara, atau pelanggaran berat lainnya. DPR mengusulkan proses ini, Mahkamah Konstitusi memverifikasi, dan MPR memutuskan. Syaratnya, dua per tiga anggota DPR harus mendukung usulan tersebut. Jokowi menjelaskan, “Aturan ini ketat. Tidak ada pelanggaran, tidak ada pemakzulan.” Proses ini menunjukkan betapa sulitnya menerapkan pemakzulan tanpa bukti kuat.
Reaksi Politik terhadap Usulan Ini
Partai Golkar, pendukung Prabowo-Gibran, menolak usulan pemakzulan Gibran. Mereka menilai Gibran tidak melanggar konstitusi. Sebaliknya, PDIP ingin DPR membahas usulan ini lebih lanjut. Publik pun terpecah: sebagian mendukung sebagai bentuk akuntabilitas, lainnya mencurigai adanya motif politik. Dinamika ini mencerminkan kompleksitas politik Indonesia, di mana setiap isu bisa memicu polarisasi.
Apa Dampak ke Depan?
Usulan pemakzulan Gibran kemungkinan sulit terwujud tanpa bukti pelanggaran berat. DPR mungkin meninjau surat dari Forum Purnawirawan TNI, tetapi dukungan politik yang minim membuat proses ini berat. Jokowi menegaskan bahwa Gibran, sebagai bagian dari paket presiden-wakil presiden, memiliki legitimasi kuat dari rakyat. Isu ini bisa memicu debat panjang di DPR, tetapi tanpa konsensus, pemakzulan Gibran hanya akan jadi wacana. Publik perlu memahami syarat konstitusional agar tidak terjebak spekulasi. Apa pendapat Anda tentang isu ini? Tulis di kolom komentar!