Viral Pelecehan Siswi SMPN 3 Depok: Guru Terima SP-2

Pelecehan Siswi SMPN 3 Depok

Kasus dugaan pelecehan seksual verbal oleh oknum guru di SMPN 3 Depok menjadi sorotan setelah viral di media sosial pada 21 Mei 2025. Kepala Sekolah, Ety Kuswandarini, mengakui adanya pelecehan verbal oleh guru berinisial IR terhadap siswi. Bagaimana kronologi dan respons pihak berwenang? Simak ulasan berikut!

Awal Mula Kasus Viral

Polemik ini mencuat melalui unggahan Instagram @sarahprasiskaa, seorang pelatih ekstrakurikuler. Menariknya, unggahan itu menyertakan rekaman percakapan bernada seksual antara IR dan siswi kelas VII. Akibatnya, warganet menuntut keadilan dengan tagar #LindungiAnakDepok. Sarah mengungkapkan setidaknya tujuh siswi menjadi korban sejak 2019, dengan kasus terbaru pada Maret 2025.

Bacaan Lainnya

Respons Sekolah dan Surat Peringatan

Ety Kuswandarini membantah adanya pelecehan fisik, tetapi mengakui pelecehan verbal terjadi. Menurutnya, IR terpancing oleh siswi, meski hal ini menuai kritik. Sekolah mengeluarkan surat peringatan kedua (SP-2) pada 21 Mei 2025 dan meminta IR memeriksakan kejiwaannya. Namun, Sarah menilai sekolah cenderung menutupi kasus, membuat korban merasa tidak dilindungi.

Tindakan Pemerintah Kota Depok

Pemerintah Kota (Pemkot) Depok melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) bergerak cepat. Pada 22 Mei 2025, tim DP3AP2KB mendatangi sekolah untuk klarifikasi. Kepala DP3AP2KB, Nessi Annisa Handari, menegaskan siap memberikan pendampingan psikologis dan hukum bagi korban. Selain itu, polisi dari Polsek Sukmajaya juga menyelidiki kasus ini.

Fakta dan Dampak Kasus

Beberapa fakta penting:

  • Tujuh siswi kelas VII dan VIII melaporkan pelecehan verbal dan fisik, seperti sentuhan di bokong dan payudara.
  • Korban memiliki bukti rekaman percakapan, yang memicu viralnya kasus.
  • Sekolah mengklaim kasus diselesaikan secara internal, tetapi korban merasa disudutkan.

Oleh karena itu, kasus ini memicu kemarahan publik dan menyoroti perlunya transparansi.

Langkah Hukum dan Perlindungan Korban

DP3AP2KB berjanji mendalami kesaksian korban dan memastikan proses hukum berjalan. Sementara itu, aktivitas belajar tetap normal, meski polisi terus menyelidiki. Nessi menekankan pentingnya ruang aman di sekolah. Jika terbukti, pelaku akan menghadapi hukuman sesuai UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dengan demikian, Pemkot menunjukkan komitmen melindungi anak.

Pelajaran dari Kasus Ini

Kasus ini menggarisbawahi urgensi perlindungan anak di lingkungan pendidikan. Meskipun begitu, penyelesaian internal sering kali gagal memberikan keadilan. Sebaliknya, transparansi dan tindakan tegas diperlukan untuk mencegah kasus serupa. Apakah sekolah Anda cukup aman? Edukasi tentang batasan interaksi guru-siswa harus diperkuat.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Untuk mencegah pelecehan:

  • Sekolah harus menerapkan pelatihan etika bagi guru.
  • Siswa perlu diajarkan melapor jika merasa tidak nyaman.
  • Orang tua harus membuka komunikasi dengan anak.

Jadi, mari bersama wujudkan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung!

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *