Halo Jakarta – Di tengah hiruk-pikuk elektrifikasi yang mendominasi industri otomotif, Mazda pilih jalur beda: tak buru-buru all-in EV, tapi optimalkan mesin pembakaran internal (ICE) dengan teknologi Carbon Capture dan biofuel. Strategi ini dipamerkan gagah di Japan Mobility Show (JMS) 2025, Tokyo Big Sight, melalui konsep Vision X-Coupe—mobil twin-rotary turbo plug-in hybrid yang tangkap CO₂ langsung dari knalpot. Bagi Mazda, ini solusi realistis untuk pasar global yang infrastrukturnya belum merata, sambil capai emisi negatif tanpa buang warisan SkyActiv dan rotary. Siapkah dunia lihat ICE bangkit lagi? Yuk, kita bedah pendekatan inovatif pabrikan Hiroshima ini!
Alasan Mazda: Multi-Teknologi Lebih Realistis Daripada EV Tunggal
Mazda yakin EV bukan satu-satunya jawaban. Infrastruktur charging belum merata di banyak negara, dan ICE masih raja di pasar berkembang—termasuk Indonesia. Sejak 2010, Mazda sudah unggul dengan SkyActiv yang efisien, sementara kompetitor sibuk hybrid. Kini, di JMS 2025, saat rival pamerkan EV dan hidrogen, Mazda soroti Carbon Capture sebagai pelengkap elektrifikasi. “Kita gak tinggalkan ICE, tapi buat dia lebih hijau,” begitu semangat mereka. Ini DNA Mazda: mikir beda, adaptasi pasar beragam, dan hindari jebakan “satu ukuran untuk semua”.
Teknologi Carbon Capture: Tangkap CO₂ Langsung dari Knalpot
Bintang utamanya? Carbon Capture di Vision X-Coupe—perangkat seperti filter pasang di sistem pembuangan, tangkap CO₂ dari gas buang sebelum lepas ke udara. Konsentrasi karbon di knalpot lebih tinggi daripada udara biasa, jadi prosesnya efisien tanpa ubah total ICE. Mazda lagi riset pengaturan suhu gas buang untuk maksimalkan efektivitas. Bayangkan: mobil rotary kompak, minim getaran, berputar tinggi, tapi knalpotnya “bersih” seperti EV. Ini bukan ganti, tapi upgrade—cocok buat transisi tanpa buang teknologi Mazda yang ikonik.
Biofuel Berbasis Alga: Kunci Emisi Negatif Tanpa Ribet
Kombinasi Carbon Capture dengan biofuel jadi senjata pamungkas. Mazda kembangkan biofuel generasi baru dari alga—bahan bakar berkelanjutan yang ganti fosil, kompatibel ICE, dan produksinya ramah lingkungan. Hasilnya? Emisi negatif bahkan dengan penangkapan CO₂ cuma 10%! Biofuel alga bersihkan udara, tak butuh infrastruktur besar seperti EV, dan jadi jembatan ideal untuk pasar seperti kita. Mazda bilang: “Ini bisa ubah ICE jadi aset hijau, bukan musuh lingkungan.”
Berikut perbandingan singkat strategi Mazda vs tren global:
| Aspek | Strategi Mazda | Tren EV/Hybrid |
|---|---|---|
| Fokus Utama | Optimasi ICE + Carbon Capture + Biofuel | Elektrifikasi penuh |
| Keunggulan | Realistis, murah transisi, emisi negatif | Nol emisi, performa instan |
| Kelemahan | Masih bergantung bahan bakar | Infrastruktur mahal, baterai langka |
| Target Emisi | Negatif dengan 10% capture | Nol (tapi produksi baterai emisi tinggi) |
Rencana Masa Depan: Uji Coba Balap & Kolaborasi Global
Mazda gak cuma janji—mereka action! Uji coba Carbon Capture dan biofuel bakal digeber di Super Taikyu Series via Mazda Spirit Racing, validasi performa nyata di trek. Jangka panjang, ini bagian komitmen capai emisi nol bersih, sambil kembangkan rotary lebih lanjut. Kolaborasi? Belum detail, tapi biofuel alga sudah jadi inisiatif terpisah. Di Indonesia, ini berita bagus: Mazda bisa adaptasi untuk pasar kita yang ICE-centric, tanpa paksa EV mahal.
Strategi ini tunjukkan Mazda siap hadapi regulasi global seperti Euro 7—dengan cara mereka sendiri. Siapa tahu, Vision X-Coupe jadi kenyataan 2030?




